Langsung ke konten utama

kiat- kiat menulis karya sastra fiksi dan non fiksi



KIAT-KIAT MENULIS KARYA SASTRA FIKSI DAN NON FIKSI
              Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia 2
Dosen pembimbing : Dra. Mahmudah Fitriyah
Disusun oleh:
Muhammad Alfi Ridho
Fabian Hutamaswara Susilo
Muhammad Fajar N.A
M. Sirojuddin Athar
Syifa Rahmalia

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN AHWAL SYAKHSIYYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435 H




DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….i
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….1
A.    Latar Belakang…………………………………………………………………….3
B.     Rumusan Masalah.....................................................................................................3
C.     Tujuan Penulisan…………………………………………………………………...4
D.    Manfaat Penulisan………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………5
A.    Hakikat Menulis.…………………………………………………………….……..5
B.     Hakikat Karya Sastra…………………….…………………………..…………….5
C.     Tujuan Menulis Karya Sastra……………………………………………………....8
D.    Kiat-kiat Menulis Karya Sastra…………………………………………………….9
BAB III PENUTUP………………...…………………………………………………..……….…10
A.    Simpulan...................................................................................................................10
B.     Saran……………………………………………………………..…………………10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………....11









BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Salah satu pokok pembelajaran bahasa Indonesia adalah menulis. Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang melambangkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut . Rusyana  menyatakan bahwa wujud pengutaraan sesuatu secara tersusun dapat mempergunakan bahasa disebut karangan. Jadi, karangan itu adalah susunan bahasa sebagai pengutaraan pikiran, perasaan, penginderaan, khayalan, kehendak, keyakinan, dan pengalaman kita.
           Hal ini menyebabkan persamaan dan perbedaan dalam menyusun pengertian menulis. Ada ahli yang menyebutnya dengan istilah menulis. Ada pula yang menyebut dengan istilah mengarang. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses mengutarakan pikiran, perasaan, penginderaan, khayalan, kemauan, keyakinan, dan pengalaman yang disusun dengan lambang-lambang grafik secara tertulis untuk tujuan komunikasi. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang tersusun secara sistemik. Penggunaan tanda baca dan kepaduan kata serta kalimat juga harus diperhatikan. Selain itu, keterampilan menulis juga tidak dapat langsung direspon karena ada batas ruang dan waktu. Menulis bersifat produktif karena menghasilkan suatu informasi melalui tulisan. Para ahli bahasa menggolongkan jenis-jenis tulisan atau karangan berdasarkan sudut pandang masing-masing yang berbeda, sehingga menimbulkan perbedaan penggolongan jenis tulisan. Ahli bahasa ada yang meninjau tulisan dari keilmiahan karangan dan dari isi tulisan atau cara menulis.
Yang mana hal ini menjadi sangat urgent terkait realita yang ada di kalangan para remaja sekarang. Yang mana sangat sedikit para remaja yang menekuni bidang menulis. Bahkan yang lebih ironis mereka hamper tidak bisa sama sekali membuat karya sastra baik fiksi maupun non fiksi. Padahal esensinya mereka sudah sangat lama mempelajari bahasa Indonesia, mulai dari tk, SD, SMP, dan SMA.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa hakikat menulis karya sastra fiksi dan non fiksi?
2.      Apa manfaat menulis?
3.      Sebutkan tips kiat-kiat menulis?


1.3 Tujuan
Tujuan penulis menyusun makalah ini yaitu :
1.      Memahami hakikat menulis karya fiksi dan non fiksi..
2.      Mengetahui manfaat menulis.
3.      Mengetahui tips yang jitu untuk menjadi penulis.

1.3 Manfaat
Setiap makalah pasti memiliki manfaat. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak pembaca dan penulis. Makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu kita dalam menulis, terutama menjadikan kita termotivasi untuk sering menulis. Agar menjadi mahasiswa yang produkif dan dapat ikut serta membangun dan mensejahterakan bangsa Indonesia.



















BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Menulis.
Ketika ingin menulis hal yang harus sangat kita perhatikan dan pahami secara seksama adalah apa yang dimaksud dengan menulis? Apakah kita sudah paham dan mengetahui secara benar definisi dan hakikat sebenarnya menulis itu? Menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Dalam pengertian yang lain, menulis adalah kegiatan untuk menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca dan berfungsi sebagai alat komunikasi secara tidak langsung. Dengan demikian, dapat kita tegaskan bahwa menulis adalah kegiatan seseorang untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca dalam bahasa tulis agar bisa dipahami oleh pembaca. Dari pengertian yang telah diketahui bersama, dapat kita ketahui bahwa menulis merupakan proses kreatif. Dimana kita menuangkan pikiran kita dan berusaha menjadikan pembaca untuk menyetujui apa yang kita tulis.[1]

B. Hakikat Karya Sastra
Ditinjau dari keilmiahannya, karya sastra dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu karya sastra fiksi dan karya sastra non fiksi. Yang dinamakan karya sastra fiksi adalah karya sastra yang di dalamnya terdapat unsur khayal atau imajiinasi pengarang. Dapat terjadi dari peristiwa yang sebenarnya atau peristiwa hasil rekaan pengarang saja. Sedangkan karya sastra nonfiksi adalah karangan yang berupa data dan fakta. Jadi, tidak ada unsur imajinasi pengarang. Lebih spesifik lagi disebut karangan ilmiah dan karangan non ilmiah.[2]

Altenbernd dan Lewis juga mendefinisikan karangan fiksi sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Maksud dari pernyataan tersebut adalah karangan fiksi merupakan hasil imajinasi pengarang yang bisa diterima oleh masyarakat umum. Secara tidak disengaja, karangan fiksi juga dapat saja terjadi dalam kehidupan nyata. Seperti terjadinya kesamaan cerita, tokoh maupun tempat kejadian. Bahkan si pengarang lebih sering mengangkat sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Akan tetapi, semua itu sengaja dilebih-lebihkan oleh si pengarang agar lebih menarik dan banyak diminati oleh masyarakat umum.[3]

Di lain pihak, Sudjiman yang menyebut fiksi ini dengan istilah cerita rekaan juga memaparkan mengenai pengertian fiksi, yaitu kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, dalam ragam prosa. Dalam hal ini, Sudjiman menjelaskan bahwa karangan fiksi merupakan hasil imajinasi seorang pengarang yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti tokoh, alur, dan lainnya. Unsur-unsur tersebut saling berkesinambungan
agar terjadinya cerita.

          Dilihat dari ketiga pandangan di atas, terdapat kesamaan mengenai pengertian karangan fiksi yang telah dipaparkan oleh Aceng Hasani dan Sudjiman, bahwa karangan fiksi merupakan hasil imajinasi. Karangan fiksi yang telah dipaparkan oleh Aceng Hasani dan Sudjiman berbeda dengan Altenbernd dan Lewis. Altenbend dan Lewis mendefinisikan karangan fiksi tidak hanya sebagai hasil imajinasi saja tetapi juga cerita tersebut dapat saja terjadi dalam kehidupan nyata yang dilebih-lebihkan oleh si pengarang.

Dari ketiga ahli di atas dapat disimpulkan bahwa karangan fiksi merupakan hasil imajinasi pengarang yang dituangkan menjadi sebuah cerita. Cerita tersebut bisa saja secara tidak sengaja terjadi di kehidupan nyata, tetapi dilebih-lebihkan oleh pengarang untuk memancing daya khayal dan daya tarik pembaca. Bahkan tidak jarang kita menemukan sebuah cerita fiksi yang benar-benar bersifat imajinasi dan tidak dapat diterima oleh akal sehat manusia, misalnya pada novel Harry Potter, Lord of the Ring, dan lain-lain. Karangan fiksi juga menghubungkan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri, lingkungan, maupun interaksinya dengan Tuhan. Selain itu, karangan fiksi bertujuan untuk menghibur para pembaca yang haus akan cerita kehidupan.
 
Jenis-jenis karangan fiksi di antaranya adalah roman, novel, cerita pendek, cerbung (cerita bersambung), dan puisi. Roman berisi paparan cerita yang panjang yang terdiri dari beberapa bab yang saling berhubungan. Sama halnya pada roman, novel adalah cerita berbentuk prosa yang menceritakan kehidupan manusia. Bedanya, novel lebih sederhana dan lebih singkat daripada roman. Novel menceritakan kejadian luar biasa yang melahirkan konflik yang pada akhirnya melahirkan perubahan nasib para pelakunya dengan uraian-uraian yang sederhana. Cerita pendek merupakan kisah mengenai kehidupan manusia yang memiliki konflik. Akan tetapi, cerita pendek memiliki alur dan tokoh yang lebih sedikit dibandingkan novel dan roman. Novel merupakan karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya, seperti peristiwa, plot, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya juga bersifat imajinatif. Puisi adalah suatu pernyataan perasaan dan pandangan hidup seorang penyair yang memandang suatu peristiwa alam dengan ketajaman perasaannya. Karangan fiksi dapat diterbitkan melalui majalah, tabloid, koran maupun berbentuk buku.

Karangan nonfiksi menurut Aceng Hasani adalah karangan yang berupa data dan fakta. Jadi tidak ada unsur imajinasi pengarang. Dalam hal ini, Aceng Hasani memberikan batasan bahwa sebuah karangan dapat digolongkan ke dalam karangan nonfiksi apabila didalamnya terdapat data-data yang dapat dibuktikan kebenarannya. Selain itu, karangan nonfiksi juga disusun melalui fakta-fakta yang secara nyata terjadi di lapangan tanpa adanya unsur imajinasi dari pengarang
.
            Karangan non fiksi menurut Yeti Mulyati adalah tulisan yang disusun berdasarkan kenyataan. Maksud dari pernyataan tersebut adalah suatu tulisan yang mengandung unsur-unsur kebenaran dalam pembuatannya dan didapatkan dari kenyataan yang terjadi di lapangan, maka dapat dikategorikan ke dalam karangan non fiksi.


Dalam buku Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, P. Suparman Natawijaya mengatakan bahwa jenis bacaan nonfiksi adalah jenis bacaan yang berbentuk artikel. Dalam jenis bacaan ini yang memegang peranan penting adalah akal dan pikiran. Dalam hal ini, P. Suparman menyatakan bahwa karangan nonfiksi merupakan suatu bacaan yang berbentuk artikel. Seperti yang kita ketahui bahwa artikel merupakan karya tulis lengkap, misalnya laporan berita atau esai dalam majalah. Menurut definisi ini, sebuah artikel idealnya membahas seluk beluk suatu tema secara tuntas. Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa P. Suparman memberikan batasan bahwa karangan non fiksi merupakan suatu tulisan yang berdasarkan realitas atau sesuai dengan kenyataan dan menggunakan akal serta pikiran sebagai patokan penting dalam pembuatannya.

            Karangan non
fiksi menurut Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2005: 162) adalah jenis karangan yang disusun berdasarkan sistematika ilmiah dan aturan-aturan rasionalitas atau kelogisan. Dalam hal ini, Ade Nurdin, dkk. memberikan batasan nonfiksi sebagai suatu tulisan yang didalamnya mengandung unsur kelogisan dan disusun dengan sistematika penulisan ilmiah yang baik dan benar.

             Dilihat dari keempat pandangan di atas, ditemukan beberapa perbedaan pandangan mengenai pengertian karangan nonfiksi. Menurut Aceng Hasani, karangan nonfiksi merupakan karangan yang berupa data-data dan didalamnya mengandung fakta-fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya, tanpa hasil khayalan atau imajinasi dari pengarang. Berbeda halnya dengan pemaparan yang disampaikan oleh Aceng Hasani, Yeti Mulyati memberikan batasan bahwa karangan nonfiksi merupakan tulisan yang didalamnya didapatkan dari kenyataan dan berupa kebenaran tanpa disertai data. Di lain pihak, P. Suparman Natawijaya juga menyatakan hal yang berbeda dengan Aceng Hasani dan Yeti Mulyati. P. Suparman menyamakan bentuk karangan nonfiksi dengan artikel yang bersifat realitas. Ade Nurdin juga memaparkan hal yang berbeda dengan ketiga ahli sebelumnya. Ade Nurdin hanya membatasi karangan nonfiksi sebagai tulisan yang logis dan disusun dengan sistematika ilmiah tanpa disertakan dengan fakta, data dan dapat dibuktikan kebenarannya.

                Pandangan antara Yeti Mulyati dengan P. Suparman juga memiliki persamaan. Yeti Mulyati menempatkan karangan non fiksi pada kenyataan. Sama halnya dengan P. Suparman yang menempatkan karangan non fiksi berdasarkan realitas. Bedanya, P. Suparman menyamakan bentuk karangan nonfiksi dengan artikel yang tidak disertakan dalam pernyataan Yeti Mulyati. Pandangan yang dipaparkan oleh Yeti dan Ade juga memiliki perbedaan. Yeti memberikan batasan karangan nonfiksi sebagai tulisan yang disusun berdasarkan kenyataan. Sedangkan Ade tidak menyebutkannya, melainkan hanya sebatas karangan yang logis dan sistematis. Hal yang serupa juga terjadi pada P. Suparman dan Ade Nurdin. P. Suparman menyatakan bahwa nonfiksi berbentuk seperti artikel. Hal tersebut tidak dipaparkan oleh Ade. Tetapi Ade juga menyatakan hal yang tidak ada di Suparman, yakni tulisan yang disusun secara sistematis.

                Dari pemaparan keempat ahli di atas mengenai batasan karangan nonfiksi, maka dapat diartikan bahwa karangan nonfiksi merupakan suatu karangan yang dihasilkan melalui proses penelitian, baik itu secara langsung maupun tidak langsung dan dapat dibuktikan kebenarannya tanpa adanya unsur imajinasi atau khayalan pengarang. Suatu tulisan yang didalamnya mengandung unsur-unsur fakta dan memiliki data-data yang sah, maka dapat digolongkan ke dalam karangan nonfiksi. Karangan non fiksi juga ditulis dengan bahasa yang baku sesuai dengan EYD yang berlaku secara tepat, jelas dan efektif. Selain itu, karangan non fiksi juga disusun secara jelas dan logis dengan sistematika penulisan ilmiah yang baik dan benar.

Karangan non
fiksi memiliki ciri sebagai berikut:

1. Memiliki ide yang ditulis secara jelas dan logis serta sistematis;

2. Mengandung informasi yang sesuai dengan fakta;

3. Menyajikan temuan baru atau penyempurnaan temuan yang sudah ada;

4. Motivasi, rancangan dan pelaksanaan penelitian yang tertuang jelas;

5. Penulis memberikan analisis dan interpretasi intelektual dari data yang diketengahkan dalam tulisannya. Untuk karya nonfiksi diharuskan menggunakan kata baku sesuai dengan kamus umum Bahasa Indonesia. Karya nonfiksi harus memakai bahasa berciri tepat, singkat, jelas, resmi dan teratur agar efektif.

C. Tujuan Menulis Karya Sastra.

Menulis adalah aktivitas yang mempunyai tujuan. Tujuan menulis dapat bermacam-macam, bergantung pada ragam tulisan. Secara umum, tujuan menulis dapat dikategorikan sebagai berikut:
  • Memberitahukan atau Menjelaskan: Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau menjelaskan sesuatu biasa disebut dengan karangan eksposisi.
  • Meyakinkan atau Mendesak: Tujuan tulisan terkadang untuk meyakinkan pembaca bahwa apa yang disampaikan penulis benar sehingga penulis berharap pembaca mau mengikuti pendapat penulis.
  • Menceritakan Sesuatu: Tulisan yang bertujuan untuk menceritakan suatu kejadian kepada pembaca disebut karangan narasi. 
  • Mempengaruhi Pembaca: Tujuan sebuah tulisan terkadang untuk mempengaruhi atau membujuk pembaca agar mengikuti kehendak penulis.
  • Menggambarkan Sesuatu: Sebuah tulisan digunakan untuk membuat pembaca seolah-olah melihat dan merasakan sesuatu yang diceritakan penulis dalam tulisannya.
Selain itu, tujuan menulis dapat juga ditinjau dari segi kepentingan pengarangnya. Menulis dari segi itu memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut:
  • Tujuan penugasan: Ada kalanya sebuah tulisan dibuat khusus untuk memenuhi tugas yang diberikan.
  • Tujuan estetis: Tujuan ini biasanya dianut oleh para sastrawan. Mereka menulis dengan tujuan untuk menciptakan sebuah keindahan melalui tulisan yang dapat berbentuk puisi, cerpen, ataupun novel
  • Tujuan penerangan: Tujuan ini terkait dengan motivasi utama si penulis yang membuat tulisan untuk memberi informasi kepada pembaca.
  • Tujuan pernyataan diri: Sebuah tulisan terkadang dibuat untuk menegaskan siapa diri Anda.
  • Tujuan konsumtif: Ada kalanya sebuah tulisan diselesaikan untuk dijual dan dikonsumsi oleh para pembaca.
Dari berbagai tujuan yang telah disebutkan, dapat kita tarik tujuan pokok dari menulis adalah memberikan kontribusi kepada publik dengan menggunakan tangan berdasarkan wawasan yang kita miliki.

D.  Kiat-kiat Menulis Karya Sastra.
Setelah mengetahui tujuan dan manfaat yang kita buisa raih dengan menulis. Maka kami akan menjabarkan sedikit kiat-kiat dalam menulis sebuah karya sastra. Dimana ada lima kiat yang menjadi landasan agar kita termotivasi dan terus semangat untuk menulis, yaitu:
1. Knowledge Is Power (Pengetahuan Adalah Kekuatan).
Knowledge is power. Dalam menulis buku, kita butuh pengetahuan. Memiliki pengetahuan yang tepat sama dengan memiliki kekuatan yang besar. Coba bayangkan, bila kita tahu sebuah tambang emas. Juga kita tahu cara mengeksplorasinya, maka kita akan sangat bahagia. Untuk mendapatkan pengetahuan, kuncinya hanya satu: Belajar. Bila suka belajar, kita akan tahu. Namun sebaliknya, cobalah tidak belajar, dunia akan gelap. kita tidak akan bahagia karena kita tidak tahu tambang emas kita.
Begitu pula, untuk mendapatkan pengetahuan menulis buku, kuncinya hanya satu: Belajar. Bila kita mau dan suka belajar, kita akan tahu. Namun bila kita menganggap belajar itu mahal, maka cobalah ketidaktahuan. Ketidaktahuan jauh lebih mahal harganya.
2. Work Is a Pleasure (Bekerja Itu Menyenangkan)
Work is a pleasure. Bila kita tahu tambang emas, serta hal yang berkaitan dengannya, dan kita bekerja dengan senang hati, maka kita telah berada di jalur yang benar.Untuk menciptakan satu buku, kita harus menulis dengan senang dan bergembira. Kita harus seperti sedang menangguk emas. Kita harus menulis dengan ringan dan mengalir, tidak ada beban, tidak ada tekanan. Namun bila menulis masih terasa berat bagi kita, berarti kita belum menganggap menulis buku sebagai sesuatu yang berharga seperti emas.
Bila demikian, kita harus tetap menulis, jangan berhenti. Tenang saja karena merasa berat dalam memulai segala hal adalah biasa. Coba ingat-ingat lagi saat kita pindah atau bergaul dengan lingkungan dan orang baru, kita merasa berat dan kaku, kan?
Begitu juga dalam memulai menulis, apalagi sudah mulai menulis buku, kita akan merasa berat menjalankannya. Akan ada banyak halangan dan rintangan yang akan merayu untuk tidak menyelesaikan tulisan atau buku.
Tips untuk keluar dari situasi ini adalah dengan menyadari dan percaya bahwa, keadaan seperti ini adalah biasa dalam memulai sesuatu. Untuk menggapai tujuan, orang harus berusaha dan berjuang terlebih dahulu.
3. No Pain No Gain (Bila Tidak Ada Kesakitan, Maka Tidak Ada Hasil)
Akan ada banyak pain (kesakitan), akan ada banyak masalah sepanjang jalan menuju tambang emas Anda (Gain). Memang demikianlah aturan mainnya. Dan untuk itu, kita harus bekerja keras untuk mengusahakan sesuatu yang sangat kita inginkan.
Jika semua lancar lancar saja, jika semuanya mudah mudah saja seperti semudah membalikkan telapak tangan, maka impian kita mungkin terlalu kecil, atau sesuatu itu tidak layak diimpikan. Impian yang besar, biasanya, kesakitan atau tantangannya besar.
4. Never Give up (Jangan Menyerah)
Bila sudah mempunyai knowledge,  sudah menulis dengan senang hati, telah menghadapi banyak masalah dan masalah itu terus datang, maka lakukan terus, never give up, jangan menyerah. Bila kita give up maka kita tidak akan sampai sukses mendulang banyak emas. kita tidak akan sampai menerbitkan buku.
Jangan mudah menyerah. Sebenarnya, dengan melakukan tiga hal di atas: Mau belajar, bekerja dengan senang hati, bekerja keras, kita sudah dekat dengan puncak kesuksesan. Kita sudah berada di track yang benar. Pensil, pena, keyboard komputer adalah saksinya. Kursi, meja, lantai dan dinding kamar  telah melihat usaha kita. Keluarga, teman, tetangga kita juga tahu bahwa telah melakukan hal yang benar.
5. Nothing is Impossible (Tidak Ada yang Mustahil)
Percayalah bahwa segalanya adalah mungkin bagi orang yang sungguh-sungguh. Segalanya akan terjadi bila kita telah menulis dengan segenap jiwa, dengan seluruh raga, dengan semua doa.
Terlebih sudah banyak orang yang sukses dalam menulis buku. Kita harus lebih yakin lagi bahwa kita pun bisa seperti mereka. Bila sudah ada satu, dua, tiga orang telah berhasil menangguk emas, maka hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil bagi orang keempat, kelima, keenam untuk melakukan hal yang sama.
Demikian kiat-kiat dalam menulis yang penulis dapat paparkan, semoga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menulis merupakan sesuatru yang urgent dalam kehidupan kita. Karena dengan menulis kita dapat ikut serta membangun bangsa dan Negara dengan wawasan yang kita miliki. Terlebih dalam bidang karya sastra, baik fiksi maupun non fiksi. Dengan demikian agar menjadi seorang penulis yang handal, maka kita harus mengikuti kiat-kiat yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu: pengetahuan adalah kekuatan, bekerja itu menyenangkan, tidak ada kesakitan maka tidak ada akhir, jangan pernah menyerah, dan tidak ada yang tidak mungkin.
4.2 Saran
Menilik kepada fakta yang ada di Negara Indonesia. Sekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya kita masih jarang melihat para remaja yang senantiasa aktif dalam hal tulis-menulis. Padahal menulis bukan merupakan hanya sekedar hoby, melainkan kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang khususnya mahasiswa. Oleh karena itu, penulis memberikan beberapa kiat menulis yang bisa dibaca dan dipelajari masing-masing. Dengan harapan dapat turut menciptakan generasi yang handal dalam menulis dan juga mahir dalam mengarang. Dan kami juga sangat menerima terhadap kritik dan saran yang disampaikan kepada kami guna dapat menghasilkan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.












DAFTAR PUSTAKA

Finoza, Lamuddin. 2010. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Hasani, Aceng. 2005. Ikhwal Menulis. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Press.

Kusuma, Encep, dkk. 2003. Menulis 2. Jakarta: Universitas Terbuka.

Marahimin, Ismail. 2010. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.

Mulyati, Yeti. 2004. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Semi, M. Atar. 2007. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Djago. 2003. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Wardhani, I.G.A.K. 2007. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Universitas Terbuka.

Yunus, Mohamad, dan Suparno. 2006. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hs, Widjono. 2012. Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo

Altenbernd dan Lewis. 2007. Teori Pengkajian Fiksi karangan Burhan Nurgiyantoro. Jakarta: PT.Grasindo


[1] Widjono H.S. Bahasa Indonesia. (Jakarta: PT. Grasindo, 2012). Hal. 303
[2]Aceng Hasani. Ikhwal Menulis. (Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Press, 2005). Hal. 21
[3]Altenbernd dan Lewis.Teori Pengkajian Fiksi karangan Burhan Nurgiyantoro. (Jakarta: PT.Grasindo, 2007). Hal. 2-3

Komentar

  1. Best casinos in the world to play blackjack, slots and video
    hari-hari-hari-hotel-casino-online-casinos-in-us · https://septcasino.com/review/merit-casino/ blackjack (blackjack) · roulette 토토 사이트 (no Blackjack Video Poker herzamanindir.com/ · 바카라 사이트 Video Poker · Video Poker · Video poker 바카라사이트

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah     Spesifikasi dalam pendidikan keislaman selain dibutuhkan ilmiah adalah ibadah simbol ketaatan kepada Allah. Sehingga kebutuhan ilmiah karena menyingkap ilmu-ilmu al-Qur’an dan Rasul membutuhkan kemampuan instink yang dibarengi dengan kekuatan akal. Sebagai ibadah, Allah tidak menghendaki orang-orang yang tidak mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi menjadi referensi wahyu-Nya. Persoalan ibadah kepada Allah SWT adalah suatu   hal yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Namun tidak sedikit umat Islam yang terjebak dalam kehalusan dosa yang menggerogoti mereka. Karena pengetahuan tentang kebenaran hakiki tidak dipahami. Ditambah dengan persepsi yang salah yang berkembang dalam sejarah kehidupan umat Islam. Dewasa ini membuktikan akar dari segala pemahaman yang salah, yaitu terdapat pada potret sejarah. Khususnya sejarah Islam pada periode awal (zaman Nabi), menjadi suatu hal yang wajib u...

MAKALAH TENTANG AL-GHAZALI: FILSAFAT ISLAM

BAB I PENDAHULUAN A .   LATAR BELAKANG Ketika filsafat Islam dibicarakan, maka terbayang disana hadir beberapa tokoh yang disebut sebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali, dan seterusnya. Kehadiran para tokoh ini memang tidak bisa dihindarkan,  karena dari merekalah kita dapat mengenal filsafat islam, akan tetapi juga karena pada mereka benih-benih filsafat Islam dikembangkan. Dalam makalah ini, penulis hanya membatasi pemaparan mengenai Al-Ghazali, seorang ulama besar yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap Islam dan filsafat Dunia Timur. Beliau adalah seorang sufi sekaligus seorang teolog yang mendapat julukan Hujjah al- Islam. Pemikiran Al-Ghazali begitu beragam dan banyak,  mulai dari pikiran beliau dalam bidang teologi (kalam), tasawuf, dan filsafat. Dalam Hal ini akan dibahas tentang filsafat Al-Ghazali yang berkaitan dengan bio...

MAKALAH SUMPAH DAN NADZAR

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Sumpah dan nadzar merupakan dua hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat. Terkadang orang-orang beranggapan bahwa kedua hal ini merupakan hal yang sepele, padahal esensinya kedua hal ini amat sangat penting untuk diketahui dan ditelaah. Karena sebab kedua hal inlah kemungkinan sesorang   dapat melanggar ajaran agama atau bahkan musyrik. Seperti contoh yang sering kita jumpai dalam realitas masyarakat, masih banyak orang yang mempermainkan sumpah padahal Allah SWT sudah jelas-jelas menerangkan prihal sumpah dalam al-qur’an, salah satunya di dalam surat Al-Maidah ayat 89, yaitu:   لا يؤاخذكم الله با للغو فى ايمنكم و لكن يؤاخذكم بما عقدتم الايمان فكفرته اطعام عشرة مساكين من اوسط ما تطعمون اهليكم او كسوتهم او تحرير رقبة فمن لم يجد فصيام ثلاثة ايام ذلك كفرة ايمانكم اذا حلفتم واحفظوا ايمانكم كذلك يبين الله ايته لعلكم تشكرون            ...