Langsung ke konten utama

MAKALAH SUMPAH DAN NADZAR



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sumpah dan nadzar merupakan dua hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat. Terkadang orang-orang beranggapan bahwa kedua hal ini merupakan hal yang sepele, padahal esensinya kedua hal ini amat sangat penting untuk diketahui dan ditelaah. Karena sebab kedua hal inlah kemungkinan sesorang  dapat melanggar ajaran agama atau bahkan musyrik.
Seperti contoh yang sering kita jumpai dalam realitas masyarakat, masih banyak orang yang mempermainkan sumpah padahal Allah SWT sudah jelas-jelas menerangkan prihal sumpah dalam al-qur’an, salah satunya di dalam surat Al-Maidah ayat 89, yaitu:
 لا يؤاخذكم الله با للغو فى ايمنكم و لكن يؤاخذكم بما عقدتم الايمان فكفرته اطعام عشرة مساكين من اوسط ما تطعمون اهليكم او كسوتهم او تحرير رقبة فمن لم يجد فصيام ثلاثة ايام ذلك كفرة ايمانكم اذا حلفتم واحفظوا ايمانكم كذلك يبين الله ايته لعلكم تشكرون                                                                                                       
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluarga kamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan budak.Barang siapa yang tidak sanggup melaksanakan demikianmaka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itulah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpah-sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepadanya).”(Q.S. Al-Maidah: 89)

Bahkan ironisnya zaman sekarang orang-orang bnyak yang menggunakan sumpah dalam rangka  menolong  melakukan kemaksiatan. Padahal Nabi SAW pernah bersabda:
من اعان على معصية كان شريكا له

Artinya: “Barang siapa menolong pada kemaksiatan maka ia termasuk bagian darinya” .
Demikian juga dengan nadzar. Masih banyak orang yang kurang memerhatikannya. Sehingga masih banyak masyarakat  mengungkapkan nadzar secara sembrono. Padahal Nabi SAW pernah bersabda:
الوعد دين 
Artinya: “Janji itu hutang.”
Dari hadits di atas bisa dijabarkan bahwa sebuah janji yang belum dilaksanakan oleh seseorang adalah sebuah hutang. Dan apabila hutang belum terlunasi sampai meninggal dunia maka sesua dengan sabda Rasulullah SAW orang tersebut akan terus dimintai pertanggung jawaban atas hutangnya itu.
Oleh karenanya, ada beberapa hal yang harus diulas mengenai sumpah dan nadzar. Guna dapat memberikan sedikit petunjuk menuju kehidupan yang diridhoi Allah SWT.
.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apakah sumpah dan nadzar itu?
2.      Apa syarat bersumpah dan bernadzar?
3.      Ada berapa macam sumpah dan nadzar itu?
4.      Apa akibat apabila melanggar sumpah atau tidak melaksanakan nadzar?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mendeskripsikan pengertian dan karifikasi sumpah dan nadzar.
2.      Untuk mengetahui apa yang dilakukan ketika melanggar sumpah atau tidak melaksanakan nadzar

D.    Manfaat Penulisan
Dengan menulis makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan keislaman terutama mengenai sumpah dan nadzar agar kehidupan yang dijalani menjadi lebih berkualitas di sisi Allah SWT

BAB II
PEMBAHASAN
1.    Sumpah
A.    Pengertian Sumpah
   Kata sumpah menurut etimologi diambil dari bahasa arab yakni الايما ن yang merupakan bentuk jamak dari kata يمين yang  memiliki arti kanan / tangan kanan. Seperti firman Allah swt :
واصحا ب اليمين ما اصحا ب اليمين                                                                                           
Artinya: “ dan  golongan  kanan,  alangkah  bahagianya golongan  kanan itu.”(Q.S. Al-waqi’ah:27).
   Kemudian kata اليمين  ini di gunakan sebagai sumpah karena biasanya orang yang bersumpah akan memegang tangan kanan lawan bicaranya. [1]
   Sedangkan menurut terminologi syara’ sumpah atau الايما ن mempunyai beberapa definisi, diantaranya adalah :
تحقيق ما يحقمل المخا لفة  او تأ كيده بذكر اسم الله ثعالى او صفة من صفات ذا ته                                      
 Artinya adalah meyakini sesuatu yang mempunyai unsur perbedaan atau menguatkannya dengan  menyebut nama Allah atau salah satu dari sifat-sifatNya.2
   Dari definisi di atas dapat diuraikan bahwa yang dinamakan sumpah ialah  menyatakan terhadap sesuatu yang memiliki atau mengandung perbedaan atau menegaskannya dengan  menyebutkan nama Allah atau menyebut sifat-sifat-Nya  seperti عزته ,  عظمته,  قد رته, dan yang lain sebagainya, atau dengan nama khusus yang tidak digunakan kecuali pada Allah secara tetap, seperti contoh خالق الخلق . 3
   
 

 [1]Syekh Muhammad Nawawi Ibn Umar Al-bantani, Quut Al-habib Al-gharib Tausyih ‘ala Ibn Al-  qasim, (Jakarta:Dar Al-kutub Al-Islamiyyah,2002), hlm.540.
      2Syekh Muhammad Ibn Qasim Al- ghazi, Syarh Fath Al-qorib, (Surabaya: Daar Al-ulum), hlm.64.
      3Syekh Ibrahim Al-bajuri, Hasyiah Al-bajuri, (Indonesia: Al-haramain), hlm 312
  


B.     Syarat Sahnya Sumpah
   Sumpah merupakan satu hal yang biasa di dengar di kalangan masyarakat.Adapun sebuah sumpah tidak serta-merta begitu  saja, akan tetapi ia juga memiliki syarat-syarat agar dapat dinyatakan sah, yaitu :4
a.       Bagi الحا لف  (orang yang bersumpah), syarat bagi orang yang bersumpah adalah:
Ø  Baligh dan berakal.
Sumpah menjadi sah apabila di lakukan oleh orang yang baligh juga berakal, sehingga tidak sah suatu sumpah apabila dilontarkan oleh anak kecil, orang gila, orang yang lupa, orang yang tidur, dan orang yang pingsan. Karena mereka itu termasuk orang-orang yang tidak mukallaf, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
عن ابن عبا س , قا ل : مر علي علي ابن ابي طا لب رضي الله عنه قا ل : او ما تذ كر ان رسو ل الله صلي الله عليه و سلم قا ل : رفع القلم عن ثلا ث : عن المجنو ن المغلوب على عقله حتى يفيق , و عن النائم حتى يستيقظ , و عن الصبي حتى يحتلم                                                                       
Artinya: “Dari Abdullah Ibn Abbas RA berkata: Sayyidina Ali RA telah lewat di depanku, kemudian beliau berkata :Apakah kamu tidak ingat bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “ Al-qalam diangkat diatas tiga perkara:dari orang gila yang kegilaannya mengalahkan akalnya hingga sembuh, dari orang yang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia bermimpi (baligh).” (H.R. Abu Daud).
Ø  Tidak adanya paksaan.
Sumpah menjadi sah manakala seseorang yang bersumpah murni karena keinginannya sendiri. Maka apabila mengandung unsur paksaan di dalamnya, sumpah tersebut tidak dapat berlaku apabila memang orang yang dipaksa


              2Tim Kajian Ilmiah Ahla_Suffah 103, Kamus Fiqh, (Kediri: LIRBOYO Press, 2014),hlm.262

    




 tidak berkehendak dengan apa yang dipaksakan. Seperti firman Allah SWT:
الا من اكره و قلبه مطمئن بالايما ن                                                                               
 Artinya: “ Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang                                    dalam beriman (tidak berdosa)” (Q.S. An-nahl: 106).
Ø  Mampu berbicara.
Seseorang yang bersumpah disyaratkan mampu berbicara dengan pembicaraan yang dipahami. Orang yang bisu juga bisa diterima sumpahnya apabila menggunakan isyarat yang dimengerti.5
b.      Bagi المحلو ف به (alat umtuk bersumpah), syarat bagi alat untuk bersumpah adalah:
Ø  Berupa nama Allah atau nama-nama yang khusus bagi-Nya, seperti: خا لق الخلق ,
atau juga menggunakan sifat-sifat-Nya, seperi: القا در . Dengan demikian maka sumpah yang mengatas namakan selain Allah dan sifat-sifat-Nya maka tidak dianggap,bahkan bisa dikatakan orang yang bersumpah kepada selain Allah sebagai kafir apabila orang yang bersumpah sengaja bermaksud memuliakan selain Allah.Hal itu mengindikasikan bahwasanya sumpah kepada selain Allah itu dapat menjadikannya musyrik meskipun dia tidak menyengaja hal itu. Tetapi menurut pendapat yang bisa dijadikan pegangan hukumnya makruh.6
Ø  Menggunakan kata-kata sumpah ( حروف القسم), dalam qoidah bahasa arab ada 3 huruf qosam, yaitu: الوا و, البا ء, التا ء  . 7
c.       Bagiعليه  المحلو ف (bentuk sumpah), syarat bagi bentu sumpah adalah bkan merupakan suatu kewajiban.
d.      Adanya shigat.
C.    Pembagian Sumpah.
Sumpah dilihat dari segi pepengucapannya terbagi menjadi 2, yaitu:




         5 Ibid.
 6Sayyid Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Husein Ibn Umar, Bughyatul Mustarsyidin, (Indonesia:   Al-haramain), hlm.260-261.
 7K.H. Moch. Anwar, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-ajurumiyyah, (Bandung: Penerbit Sinar Baru  Algensindo, 2006), hlm.7.

1)      Sharih (صريح )
Sharih adalah ungkapan sumpah dengan nama yang khusus bagi Allah SWT seperti: “saya bersumpah dengan nama Allah”.dengan hal ini maka konsekuensinya adalah sumpah yang sharih tetap sah walaupun hanya sekedar melafadzkannya. Dan ungkapan “ Saya tidak menghendaki sumpah” tidak diterima, karena lafadz tersebut mengarah kepada sumpah.
2)      كنا ية  (kiasan).
Kinayah adalah ungkapan sumpah dengan sifat yang memungkinkan diarahkan kepada selain Allah SWT, semisal sifat “Al-khaliq”, ”Al-alim”, dan lain sebagainya. Shigat sumpah ini dapat sah apabila ada niat bersumpah. Seandainya orang yang berbicara tidak menghendaki bersumpah, maka dapat diterima. 8
D.    Macam-macam Sumpah.
Dilihat dari jenis dan macamnya, maka sumpah terbagi menjadi tiga macam:
a.    Sumpah laghwun (sia-sia).
Sumpah laghwun adalah sumpah yang tidak berkaitan dengan hukum. Seperti ungkapan seseorang: “tidak demi Allah (لا و الله  ) dan ya demi Allah (نعم و الله  )” dengan tanpa tujuan bersumpah. Pengertian ini berdasarkan perspektif Imam Syafi’I dan Imam Ahmad. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik sumpah laghwun adalah bersumpah atas sesuatu yang disangka seperti sesuatu yang diyakininya ternyata tidak sesuai dengan persangkaanya. 9
b.   Sumpah mun’aqidah (teranggap).
Sumpah mun’aqidah adlah sumpah untuk menguatkan sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak, dengan menggunakan lafadz-lafadz khusus.
c.    Sumpah Ghamus (palsu).
Sumpah ghamus yaitu sumpah yang bertujuan untuk kebohongan.


8 Musthafa Al-khin,Musthafa Al-bugha,’Ali Al-syarbaji, Al Fiqh Al Manhaji vol. 1 (Surabaya: Al Fitrah), hlm.450-451.
9Imam Abi Walid Muhammad Ibn Ahmad Al-qurtubi Al-andalusi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid, (Kairo: Maktabah Asy-syuruq Ad-dauliyyah, 2004), hlm.326.



E.     Hukum Sumpah.
Sumpah pada dasarnya hukumnya makruh, tetapi sumpah mempunyai beberapa hukum sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, hal ini sesuai dengan satu qaidah"   الحكم يتغير بتغير الا زمنة و الامكنة و الاحوال” (hukum dapat berubah sebab perubahan zaman, tempat dan keadaan). Maka hukum sumpah juga terbagi menjadi 5, yaitu:
1.      Haram, jika sumpah tersebut untuk melakukan sesuatu yang dilarang oleh syariat, meninggalkan kewajiban atau melakukan kebohongan tanpa sebab yang dilegalkan.
2.      Wajib, jika sumpah tersebut menjadi solusi untuk menyelamatkan orang yang teraniaya (المظلوم) atau menjelaskan sesuatu yang benar.
3.      Mubah, jika sumpah tersebut untuk melakukan ketaatan, menjauhi kemaksiatan, menunjukkan kepada kebenaran atau memperingatkan sesuatu yang bathil.
4.      Sunah, jika sumpah tersebut menjadi perantara  untuk meyakinkan publik dalam membenarkan mauidzoh atau nasehat. 10
F.     Kaffarat Yamin.
     Secara fiqh, bagi orang yang melanggar sumpah akan dikenakan kaffarat. Kaffarat merupakan denda yang wajib diberikan atau laksanakan seseorang karena melanggar suatu ketetapan syariat. Dinamakan kaffarat karena ia dapat menghapus dosa. 11
    Kaffarat yamin  diwajibkan apabila sesorang pelanggar melanggar sumpah yang mun’aqidah. Adapun apabila sumpah itu laghwun maka tidak ada kaffarat. Dan terjadi perbedaan mengenai apakah wajib mengeluarkan kaffarat apabila melanggar sumpah ghamus? Mayoritas ulama menyatakan tidak ada kaffarat terhadap sumpah ghamus, akan tetapi Imam Syafi’i dan para jama’ahnya berpendapat bahwa pelanggar sumpah ghamus wajib membayar kaffarat karena dia telah berbuat zhalim yaitu berbohong, dan juga diwajibkan bertobat. 12
          


10 Musthafa Al-khin,Musthafa Al-bugha,’Ali Al-syarbaji, Al Fiqh Al Manhaji vol. 1 (Surabaya: Al Fitrah), hlm.450-451.
11 Imam Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar Al-asqalani, fathul bari vol. 11 (Kairo: darul hadits), hlm.671.
12 Imam Abi Walid Muhammad Ibn Ahmad Al-qurtubi Al-andalusi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul    Muqtasid, (Kairo: Maktabah Asy-syuruq Ad-dauliyyah, 2004), hlm.326-327..



   Kaffarat yang dikeluarkan apabila melakukan pelanggaran sumpah pun sudah tercantum dalam firman Allah SWT dalam surat  Al-Maidah ayat 89, yaitu:
لا يؤاخذكم الله با للغو فى ايمنكم و لكن يؤاخذكم بما عقدتم الايمان فكفرته اطعام عشرة مساكين من اوسط ما تطعمون اهليكم او كسوتهم او تحرير رقبة فمن لم يجد فصيام ثلاثة ايام ذلك كفرة ايمانكم اذا حلفتم واحفظوا ايمانكم كذلك يبين الله ايته لعلكم تشكرون                                                                                                   
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluarga kamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan budak.Barang siapa yang tidak sanggup melaksanakan demikianmaka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itulah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpah-sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepadanya).”(Q.S. Al-Maidah: 89)
Ayat di atas sudah jelas membahas tentang kaffarat yamin, dimana kaffarat yamin terbagi menjadi tiga macam mdan diperbolehkan untuk memilih salah satunya, yaitu:
1.      Memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa diberikan kepada keluarganya.
2.      Memberi sepuluh potong pakaian kepada sepuluh orang miskin.
3.      Memerdekakan hamba sahaya yang selamat dari cacat yang berimbas pada ketrampilan bekerja.
               Jika tidak mampu melakukn ketiga hal di atas maka boleh diganti dengan puasa tiga hari. 13



13Muhammad ibn Ahmad ibn ‘umar al-syathiri, Syarh Al-yaqut Al-nafis fi madzhab ibni idris,    (Jeddah: Dar A-Minhaj, 2011), hlm.856-862.




2.       Nadzar.
A.    Pengertian Nadzar
Nadzar menurut etimologi merupakan kata yang berasal dari bahasa arab yaitu نذر  yang berarti او الشر     الوعد  للخير (janji terhadap kebaikan atau keburukan). Sedangkan menurut istilah syara’ nadzar adalah: 14
التزام قربة غير لازمة باصل الشرع
Artinya adalah berkomitmen kepada sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah SWT dimana itu bukan merupakan perkara yang wajib menurut syara’. Dengan demikian nadzar merupakan sebuah komtmen dalam rangka mewajibkan kepada diri sendiri sesuatu yang sebenarnya tidak diwajibkan dalam syari’at, seperti seseorang berjanji untuk shalat duha secara konsisten, dan lain sebagainya.
B.     Syarat Sahnya Nadzar
Sama seperti sumpah, nadzar juga dianggap sah apabila memenuhi kriteria berikut:
1.      Bagi الناذر  (orang yang bersumpah):
a.       Islam.
b.      Berakal.
c.       Baligh.
d.      Berada dalam waktu ikhtiar (normal).
2.      Bagi المنذور يه  (sesuatu yang dinadzarkan):
a.       Bersifat المجازاة  (terhadap sesuatu yang mungkin), yaitu sesuatu yang dinadzarkan harus dalam koridor hal-hal yang mungkin dilaksanakan. Seperti orang yang bernadzar  ان شفي الله مريضى فلله غلي ان اصوم ثلاث ايام  “ (seandainya Allah menyembuhkan penyakit saya maka demi Allah saya akan berpuasa selama tiga hari).
b.      Diperbolekan oleh agama. Maka tidak boleh bernadzar untuk melakukan kemaksiatan.


 14Syekh Muhammad Ibn Qasim Al- ghazi, Syarh Fath Al-qorib, (Surabaya: Daar Al-ulum), hlm.65.



c.       Disebutkan nama dan takaran nadzar secara jelas, seperti bernadzar ingin shalat sunnah. Maka harus diklarifikasikan shalt sunnah apa, misal shalat sunnah duha. Dan juga ditentukan berapa jumlahnya, seperti jika bernadzar shalat duha maka harus diklarifikasikan jumlah raka’atnya.
d.      Bukan merupakan sesuatu yang hakikatnya sudah diwajibkan oleh syari’at. Seperti shalat lima waktu, puasa ramadahan, dan sebagainya. Karena itu semua sudah merupakan kewajiban meskipun tanpa nadzar.
e.       Sesuatu yang dinadzarkan itu juga bukan berupa meninggalkan sesuatu yang mubah atau mengerjakan yang mubah. Seperti orang bernadzar tidak akan memakai baju yang seperti ini.
C.    Hukum Nadzar
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum nadzar. Berikut menurut beberapa ulama madzhab mengenai hukum bernadzar:
1.      Imam Hanafi: menurut madzhab Hanafi, bernadzar hukumnya mubah, baik bernadzar secara mutlak ataupun muqayyad (dikaitkan dengan syarat tertentu).
2.      Imam Maliki: menurut madzhab Maliki, hukum nadzar mutlak adalah sunnah. Tetapi jika nadzar muqayyad, masih diperdebatkan apakah hal ini makruh atau mubah. Menurut Imam Al-baji hukumnya makruh, sedangkan menurut Ibnu Rusyd hukumnya mubah. Tetapi yang lebih unggul adalah mubah.
3.      Imam Syafi’i: menurut madzhab Syafi’i, hukum bernadzar adalah makruh, akan tetapi makruhnya adalah makruh   تنزيه(makruh yang mengarah untuk dijauhi). Karena pada esensinya nadzar merupakan sesuatu yang tidak disukai. Hal ini didasari hadist yang diriwayatkan oleh Umar ibnul Khattab bahwa Rasulullah pernah melarang bernadzar seraya bersabda:
انه لا يرد شيأ, و انما يستخرج من البخيل
Artinya: “sesungguhnya ia tidak mencegah (takdir buruk), namun ia hanyalah jalan untuk mengeluarkan kebaikan dari seseorang yang bakhil.”16


15 Prof. Dr. Wahbah Az-zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani), Hlm. 125.


D.    Macam-macam Nadzar
Secara garis besar, nadzar dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1.      نذر التبرر (nadzar bebas), nadzar yang dilakukan atas dasar mendekatkan diri kepada Allah SWT tanpa adanya maksud lain. Seperti: “Lazimnya atas saya berpuasa.”  Dan nadzar ini hukumnya sah.
2.      نذر تعليق الشرط  (nadzar menggantungkan syarat), merupakan nadzar yang dilakukan dengan disangkutkan kepada hasil yang memberi manfaat. Seperti: “Jika anak saya kembali, maka saya akan berpuasa sepuluh hari.”  Maka hukum nadzar ini adalah sah.
3.      نذر اللجاج  (nadzar haram), merrupakan nadzar yang berlandaskan untuk melakukan sesuatu yang haram. Maka hukum nadzar ini adalah tidak sah. Akan tetapi tetap wajib membayar kaffarat nadzar.
4.      نذر التعليق بالمباح  (nadzar dengan disangkutkan kepada hal-hal yang mubah), merupakan nadzar dengan melakukan perbuatan yang bersifat mubah. Dan nadzar ini tidak sah.16
E.     Kaffarat Nadzar
Sama seperti sumpah, apabila seseorang melanggar atau tidak menunaikan nadzar yang wajib dilakukannya, maka ia dikenakan kaffarat nadzar. Dan kaffarat nadzar ini sama dengan kaffarat yamin. Sebagaiman sabda Rasulullah SAW:
كفارة النذر كفارة اليمين
Artinya: “Kaffarat nadzar sama dengan kaffarat sumpah.”






16 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al-islam, 1998,  (Semarang: Pt. Pustaka Rizki Putra), hlm.150.




BAB III
PENUTUP

 Kesimpulan
Sumpah adalah meyakini sesuatu yang mengandung unsur perbedaan dengan menyebutkan nama Allah atau sifat-sifat-Nya. Sumpah terbagi menjadi tiga macam, antara lain: 1). Sumpah laghwun, 2). Sumpah mun’aqidah, 3). Sumpah ghamus. Dan apabila kita melanggar sumpah maka kita akan dikenakan kaffarat yamin, dimana kaffaratnya adalah memilih antara membebaskan budak yang selamat dari caca, memberikan makan kepada sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasanya dimakan oleh keluarga atau memberikan pakaian kepada sepuluh orang miskin dengan pakaian yang biasa dipakai oleh keluarga. Dan apabila seseorang tidak sanggup menunaikan salah satunya, maka kaffarat yang terakhir adalah berpuasa selama tiga hari.
Sedangkan nadzar adalah sebuah komitmen untuk melaksanakan sesuatu yang pada awalnya tidak diwajibkan. Nadzar terbagi menjadi empat macam, yaitu: 1). Nadzar tabarrur, 2). Nadzar ta’liq syart, 3). Nadzar lajjaj, 4). Nadzar ta’liq bil mubah. Dan apabila seseorang tidak dapat melaksanakan nadzarnya, maka ia akan dikenakan kaffarat nadzar. Dan kaffarat nadzar sama dengan kaffarat sumpah.









DAFTAR PUSTAKA
Al-bantani, Syekh Muhammad Nawawi Ibn Umar, 2002, Quut Al-habib Al-gharib Tausyih ‘ala Ibn Al- qasim. Jakarta: Dar Al-kutub Al-Islamiyyah.
Al-ghazi, Syekh Muhammad Ibn Qasim, Syarh Fath Al-qorib. Surabaya: Daar Al-ulum.
 Al-bajuri, Syekh Ibrahim, Hasyiah Al-bajuri, Indonesia:  Al-haramain.
103, Tim Kajian Ilmiah Ahla_suffah, 2014,  Kamus Fiqh, Kediri: LIRBOYO Press.
Umar, Sayyid Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Husein Ibn, Bughyatul Mustarsyidin,  Indonesia:   Al-haramain.
Anwar, K.H. Moch, 2006,  Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-ajurumiyyah. Bandung: Sinar Baru  Algensindo.
Al-khin, Musthafa, Al-bugha, Musthafa, Al-syarbaji, ’Ali, Al Fiqh Al Manhaji vol. 1. Surabaya: Al Fitrah.
Al-andalusi, Imam Abi Walid Muhammad Ibn Ahmad Al-qurtubi, 2004, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatu Muqtasid. Kairo: Maktabah Asy-syuruq Ad-dauliyyah.
Al-asqalani, Imam Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar, fathul bari vol. 11. Kairo: Darul hadits.
Al-syathiri, Muhammad ibn Ahmad ibn ‘umar, 2011, Syarh Al-yaqut Al-nafis fi madzhab ibni idris.   Jeddah: Dar A-Minhaj.
Az-zuhaili, Prof. Dr. Wahbah, Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Ash,1998, Al-islam. Semarang: Pt. Pustaka Rizki Putra.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah     Spesifikasi dalam pendidikan keislaman selain dibutuhkan ilmiah adalah ibadah simbol ketaatan kepada Allah. Sehingga kebutuhan ilmiah karena menyingkap ilmu-ilmu al-Qur’an dan Rasul membutuhkan kemampuan instink yang dibarengi dengan kekuatan akal. Sebagai ibadah, Allah tidak menghendaki orang-orang yang tidak mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi menjadi referensi wahyu-Nya. Persoalan ibadah kepada Allah SWT adalah suatu   hal yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Namun tidak sedikit umat Islam yang terjebak dalam kehalusan dosa yang menggerogoti mereka. Karena pengetahuan tentang kebenaran hakiki tidak dipahami. Ditambah dengan persepsi yang salah yang berkembang dalam sejarah kehidupan umat Islam. Dewasa ini membuktikan akar dari segala pemahaman yang salah, yaitu terdapat pada potret sejarah. Khususnya sejarah Islam pada periode awal (zaman Nabi), menjadi suatu hal yang wajib u...

MAKALAH TENTANG AL-GHAZALI: FILSAFAT ISLAM

BAB I PENDAHULUAN A .   LATAR BELAKANG Ketika filsafat Islam dibicarakan, maka terbayang disana hadir beberapa tokoh yang disebut sebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali, dan seterusnya. Kehadiran para tokoh ini memang tidak bisa dihindarkan,  karena dari merekalah kita dapat mengenal filsafat islam, akan tetapi juga karena pada mereka benih-benih filsafat Islam dikembangkan. Dalam makalah ini, penulis hanya membatasi pemaparan mengenai Al-Ghazali, seorang ulama besar yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap Islam dan filsafat Dunia Timur. Beliau adalah seorang sufi sekaligus seorang teolog yang mendapat julukan Hujjah al- Islam. Pemikiran Al-Ghazali begitu beragam dan banyak,  mulai dari pikiran beliau dalam bidang teologi (kalam), tasawuf, dan filsafat. Dalam Hal ini akan dibahas tentang filsafat Al-Ghazali yang berkaitan dengan bio...