Pendahuluan
1.
Latar belakang
Setelah
khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol. Kekuatan
politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya
tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling
memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur
akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai
disitu. Timur Lenk, sebagaimana telah disebut dalam sejarah juga menghancurkan
pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Keadaan politik
umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul
dan berkembangnya tiga kerajaan besar, dan diantara ketiga kerajaan tersebut
adalah Usmani di Turki. Kerajaan Usmani disamping kerajaan yang pertama
berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan
lainnya (Mughal di India, dan Safawi di
Persia).[1]
Dinasti Turki
Utsmani terkenal sebagai Dinasti yang cukup besar dalam Islam dan mempunyai
pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan wilayah islam di Asia,
Afrika, dan Eropa. Bangsa. Munculnya dinasti Turki Utsmani di Turki terjadi
pada saat dunia Islam mengalami Fragmentasi kekuasaan pada periode kedua dari
pemerintahan dinasti Abbasiyah (kira-kira abad ke-9). Sebelum itu, sekalipun
telah ada kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia (755-1031 M) dan Bani Idris di
bagian barat Afrika Utara (788-974 M), fregmentasi itui masih terjadi semakin
parah sejak abad ke-9 M. Pada abad itu muncul berbagai dinasti seperti Bani Aghlab
di Kairawan (800-909 M), Bani Thulun di Mesir (858-905 M), Bani Saman di
Bukhara (874-1001 M), dan Bani Buwaih di Baghdad dan Syiraz (932-1000 M).[2]
Dari paparan di
atas, dinasti Turki Utsmani merupakan factor penting dalam perkembangan sejarah
peradaban Islamdan menjadi perhitungan ahli-ahli politik di Eropa barat.[3]
2.
Rumusan masalah
a.
Bagaimana
sejarah pemerintahan Usmaniyah?
b. Apa penjelasan dari Kerajaan Turki
Usmani?
c.
Apa saja kebaikan dan kejelekan Khilafah Usmani?
d. Bagaimana Anatolia sebelum masa orang-orang
Usmani
e.
Apa penjelasan dari Usmani
Muda, Turki Muda?
f.
Apa saja peristiwa penting pada masa kemunduran dan kemerosotan
Usmaniyah?
3.
Tujuan penulisan
a.
Untuk mengetahui peradaban Islam pada masa dinasti Turki Utsmani
b.
Penyebab kemajuan dinasti Turki Utsmani
c.
Penyebab kemunduran dan kehancurannya\
d.
Mengetahui hasil yang dicapai.
4.
Manfaat penulisan
Dengan sedikit ilmu mengenai sejarah peradaban Islam pada masa
Turki Utsmani ini, penulis berharap mudah-mudahan kita semua dapat mengambil
ibrah dan pelajaran dari sejarah. Yang mana membuktikan bahwa Islam dapat
bangkit dan berkembang mengalahkan Eropa. Dan hal ini juga mudah-mudahan dapat
memacu kita untuk membawa Islam kepada peradaban yang lebih maju.
Pembahasan
1.
Sejarah Berdirinya Dinasti Turki Utsmani
Pendiri dinasti
ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan
daerah utara Cina. Dalam waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkstan
kemudian kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan
atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.[4]
Di bawah
tekanan serangan Mongol pada abad ke-13, mereka melarikan diri ke daerah barat
dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang
Turki Saljuk, di dataran tinggi Asia Kecil.
Di bawah
pimpinan Erthoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan
Saljuk yang sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan
Alauddin mampu meraih kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan
sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka
terus membina wilayah barunya dan memilih Syuhud sebagai ibu kota.
Ertoghul
meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya, Utsman.
Putra Etroghul inilah yang di anggap sebagai pendiri kerajaan Utsmani. Utsman
memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak
berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan
dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk
dan Sultan Alauddin terbunuh. Hal ini menyebabkan terpecahnya beberapa daerah
menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Utsmani kemudian menyatakan kemerdekaan dan
berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah dinasti Utsmani
dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Utsman yang sering di sebut juga
Utsman I.
Setelah Utsman
I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Utsman (raja besar keluarga Usman)
tahun 699H (1300 M), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluas. Ia
menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M.
Kemudian, pada tahun 1326 M menjadikannya sebagai ibu kota kerajaan. Pada masa
pemerintahan Orkhan (726H/1326 M-726 H/1359 M) kerajaan Turki Usmani ini dapat
menaklukan Azumia (Semirna) tahun 1327
M, Tasasyani (1300 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli
( 1356 M). Daerah ini adalah bagian dari benua Eropa yang pertama kali diduduki
kerajaan Utsmani.[5]
Ketika Murad I,
pengganti Orkhan,berkuasa (761 H-789 H), selain memantapkan keamanan dalam
negeri, ia melakukan perluasan ke benua Eropa. Ia dapat menaklukan Adrianopel
yang kemudian menjadikannya sebagai ibu kota kerajaan yang baru, Macedonia,
Sopia, Salonia dan seluruh bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan
ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah
besar sekutu Eropa di persiapkan untuk memukul mundur Turki Utsmani. Pasukan
ini di pimpin oleh Sijisman, raja Hongaria. Namun Sultan Bayazid I (1389-1403
M), pengganti Murtad I, dapat menghancurkan pasukan sekutu kristen Eropa
tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat
Islam.
Ekspansi
kerajaan Utsmani sempat terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi di arahkan ke
Konstantinopel, tentara Mongol yang di pimpin Timur Lenk melakukan serangan ke
Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara
tahun 1402 M. Tentara Turki Utsmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama
putranya, Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.
Kekalahan
Bayazid di Ankara itu berakibat buruk bagi Turki Utsmani. Penguasa-penguasa
Seljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Utsmani. Wilayah
Serbia dan Bulgaria memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu, putra-putra
balyazid saling berebut kekuasaan .suasana buruk ini baru berakhir setelah
Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha
keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti
sediakala.
Turki Utsmani
mencapai kegemilangannya pada saat menaklukkanpusat peradaban dan pusat agama
Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel. Sultan Muhammad II yang dikenal
dengan Sultan Muhammad Al-Fatih (1451-1484 M) dapat mengalahkan Bizantium dan
menaklukkan konstantinopel pada tahun 1453 M.[6]
Dengan
terbukanya kota konstantinopel sebagai banteng pertahanan terkuat kerajaan
Bizantium, ini memudahkan ekspansi Turki Utsmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa
bagian timur semakin terancam oleh Turki Utsmani karena mereka juga melakukan
ekspansi ke wilayah ini,bahkan sampai ke pintu gerbang kota Wina, Austria.
Akan tetapi
ketika Sultan Salim I (1512-1520 M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke
Timur
/;pp=[saha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke satu arah timur atau barat,tetapi seluruh wilayah sekitar Turki Usmani merupakan obyek yang menggoda hatinya. Sulaiman berhasil menundukan Irak, Belgrado, pulau Rodhes, Tunis, Budhapest, dan Yaman. Dengan demikian luas wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Muhammad Sulaiman mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis,dan Aljazair di Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa.[7]
/;pp=[saha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke satu arah timur atau barat,tetapi seluruh wilayah sekitar Turki Usmani merupakan obyek yang menggoda hatinya. Sulaiman berhasil menundukan Irak, Belgrado, pulau Rodhes, Tunis, Budhapest, dan Yaman. Dengan demikian luas wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Muhammad Sulaiman mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis,dan Aljazair di Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa.[7]
Mengutip
pendapat Carl Brockelmann, Ahmad Syalabi mengatakan, Sultan salim I pernah
meminta kepada Khalifah Abbasiyah di Mesir agar menyerahkan kekhalifahan
kepadanya, ketika ia menaklukan dinasti Mamalik di sana. Pendapat lain tentang
gelar “khalifah” sebenarnya sudah di
gunakan oleh Sultan Murad (1359-1380 M), setelah ia berhasil menaklukan Asia Kecil
dan dan Eropa. Dari dua pendapat ini , ahmad syalabi berkesimpulan, para Sultan
kerajaan Usmani tidak perlu menunggu Khalifah Abbasiyah menyerahkan gelar itu,
karena jauh dari kerajaan Utsmani sudah ada tiga Khalifah dalam masa tersebut.
Pada abad ke-10 M,para penguasa dinasti Fathimiyah di Mesir sudah memakai gelar
Khalifah. Tidak lama setelah itu, Abd Al-Rahman Al-Nashir di spanyol menyatakan
diri sebagai khalifah melanjutkan dinasti Bani Ummayyah di Damaskus, bahkan ia
mencela para pendahulunya yang berkuasa di Spanyol yang merasa cukup dengan
gelar “amir” saja. Karena itu, ada kemungkinan penguasa utsmani memang sudah menggunakan
gelar “Khalifah” jauh sebelum menaklukan dinasti Mamalik, tempat bertahtanya
para khalifah abbasiyah, untuk kemudian meminta gelar itu.[8]
Setelah Sultan
Sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putra-putranya,
yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun terus mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih
dipandang sebagai negara kuat, terutama dalam bidang militer. Kerajaan ini
memang masih bertahan lima abad lagi setelah itu.
Kerajaan Turki
Utsmani memerintah hamper tujuh abad lamanya (1299-1924 M) dan diperintah oleh
38 Sultan.kejayaan kerajaan Turki Utsmani dicapai ketika abad ke-16 dimana
daerah kekuasaan mereka membentang dari selat Persia sampai pintu gerbang kota
Wina di Eropa, dam dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika
Barat. Kemajuan dan perkembangan ekspansi yang begitu luas dan cepat juga
diiringi oleh kemajuan di berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam aspek
peradabannya.
2.
Peristiwa-peristiwa Penting Pada Masa Dinasti Utsmani
Dinasti yang
berdiri selama kurang lebih tujuh abad ini tentu mempunyai peristiwa-peristiwa
sejarah penting yang amat sangat banyak. Di sini akan disebutkan sedikit
peristiwa penting tersebut, yaitu:
1.
Penaklukan Konstantinopel.
Setelah sekian lama kaum muslimin mencoba untuk menaklukkan
Konstantinopel, di awali pada masa Khalifah Utsman bin Affan r.a. tepatnya pada
penghujung tahun 32 H (653 M) tatkala pasukan yang dikomandoi oleh Muawiyah bin
Abu Sufyan, gurbernur Syam kala itu menembus Asia Kecil hingga Selat Bosporus.
Di saat yang sama, armada Islam pimpinan Busr bin Abi Artha’ah juga menuju ke
sana guna membantu angkatan darat Islam. Mereka bergerak ke Tripoli Barat
(Libya) menuju Konstantinopel. Hanya usaha ini tidak berhasil.
Pada tahun 44 H (664 m), kampanye militer kedua dilakukan pada era
Muawiyah bin Abi Sufyan akan tetapi percobaan ini juga tidak berhasil. Pada
tahun 49 H Muawiyah kembali mencoba menaklukkan Konstantinopel dengan mengirim
pasukan dalam jumlah besar pimpinan Sufyan bin Auf. Pasukan ini disertai oleh
beberapa pemuka dan sahabat baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar. Mereka
berlayar menembus Selat Dardanelles tanpa perlawanan. Mereka terus mengepung
kota itu dari daratan dan lautan selama tujuh tahun tanpa jeda. Akan tetapi
kaum Muslimin menarik diri dan kembali ke pangkalan pada tahun 58 H (678 M).
Setelah itu kaum muslim juga terus mencoba untuk menaklukkan Konstantinopel
akan tetapi semuanya mendapatkan hasil nihil karena kekuatan tentara
Konstantinopel yang kuat dan terorganisir. Berikut adalah sistem pertahanan
Konstantinopel yang membuatnya susah di hancurkan:
A.
Terdapat Ceruk (teluk kecil) Tanduk Emas yang dikalungi rantai
raksasa guna menghalangi ataupun mempersilakan kapal mana pun untuk masuk.
B.
Tembok-tembok yang mengelilingi kota di berbagai penjuru, bahkan
dari arah laut.
C.
Banteng yang terletak di Ceruk Tanduk Emas untuk menghadang segala
musuh.
Namun ketika Sultan Muhammad Al-Fatih memimpin, beliau melakukan
rencana untuk menaklukkan konstantinopel. Ia membuat rencana dengan membangun
benteng daratan Eropa di tepi Selat Bosporus, berseberangan dengan banteng yang
dibangun oleh Bayazid I. Dengan demikian ia dapat memegang kendali penuh atas
Selat Bosporus dan dapat menghalangi datangnya bala bantuan ke konstantinopel.
Kaisar Konstantinopel pun merasakan besarnya tekad Sultan Muhammad
Al-Fatih untuk menakklukkan kota itu. Maka, ia menawarkan upeti atau jizyah
kepadanya, namun sang Sultan menolaknya. Karena menolak, maka kaisar meminta
bantuan kepada kaum Kristen Eropa. Maka, kerajaan Genoa mengirimkan kepadanya
30 kapal perang yang tiba pada waktu tentara Utsmani sedang mengepung
Konstantinopel dari segala penjuru. Maka kontak fisik di antara kedua kubu
tidak bias dihindari. Akan tetapi tentara bantuan dari Genoa berhasil masuk memalui
Ceruk Tanduk Emas..yang cepat tertutup ketika tentara Genoa melewatinya.
Untuk menaklukkan Konstantinopel, beliau memulainya dengan membuat
papan2 kayu yang menghubungkan antara Selat Ceruk Tanduk Emas dan Selat
borporus. Lalu memerintahkan untuk menuangkan minyak dan lemak, kemudian
meluncurkan kapal-kapal perang di atasnya. Dan akhirnya tentara Utsman berhasil
menguasai Kontantinopel. Kemudian Ash Shuffah mengubah namanya menjadi istambul
(Negara Islam) dan menjadikannya sebagai ibu kota.kerajaan.[9]
2.
Perjanjian Carlowitz 1110 H/1699 M
Dinasti Utsman trerpaksa mengadakan perjanjian dengan Negara-negara
Eropa yang dimediasi oleh Prancis. Hal ini dikarenakan penyerangan bangsa Eropa
dan sekutu-sekutunya terhadap dinasti utsmani. Konsekuensi perjanjian tersebut
adalah:
a.
Kota Azrof jatuh ke tangan Rusia.
b.
Sisa-sisa wilayah negeri Hungaria jatuh ke tangan Austria serta
adanya genjatan senjata selama25 tahun.
c.
Ukraina dan Podolia jatuh ke tangan Polandia.
d.
Pesisir Dalmatia dan beberapa pulau di laut Aegea jatuh ke tangan
Venesia.
3.
Perjanjian Belgrade
Perjanjian ini terjadi ketika Rusia ingin menyerang kerajaan
Utsmani pada tahun 1152, namun mereka dapat dikalahkan. Maka terbentuklah
perjanjian ini yang berisi:
a.
Belgrade beserta semua wilayah Serbia dan Wallachia yang dikuasai
Austria dikembalikan kepada kerajaan Utsmani.
b.
Rusia harus merobohkan banteng-bentengyang dibangun di kota Azov
dan tidak boleh ada kapal Rusia di laut Hitam.
3.
Peradaban Islam Di Turki
Dinasti Turki
Utsmani menjadiakan peradaban Islam menjadi maju dalam berbagai aspek. Hal ini
karena kekuatan mereka yang besar serta konsistensi mereka dalam menjaga
kekuasaan sehingga menjadi kerajaan islam yang cukup di segani di Dunia.
Diantara kemajuan eradaban Islam di Turki adala:
a.
Bidang Kemiliteran Dan Pemeritahan
Para pemimpin
kerajaan Utsmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat, sehingga
kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan
Keraajan Utsmani mencapai masa keemasannya itu, bukan semata-mata karena
keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung
keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting di antaranya adalah keberanian, keterampilan,
ketangguhan,dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan saja dan di
mana saja.
Untuk pertama
kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai di organisasikan dengan baik dan
teratur ketika kontak senjata dengan eropa. Ketika itu, pasukantempur yang
besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang biak, taktik, dan strategi
tempur militer usmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama
setelah kemenangan tercapai, kekuatan militer yang besar ini di landa
kekisruhan. Kesadaran prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai
pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi, keadaan tersebut
segera dapat di atasi oleh Orjhan dengan jalan mengadakan perombakan
besar-besaran dalam tubuh militer.
Pembaruan dalam
tubuh militer organisasi militer oleh
Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi personel-personel pimpinan, tetapi juga
diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-turki dimasukan
sebagai anggota , bahkan anak-anak kristen yang masih kecil diasramakan dan
dibimbing dalam suasana islam untuk di jadikan prajurit. Program ini ternyata
berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang jenissari atau inkisyariah. Pasukan inilah
yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan
memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri non Muslim.
Di samping
jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada
pemerintah pusat. Pasukan ini di sebut tentara atau kelompok militer Thaujiah.
Angkatan laut pun di benahi,karena ia mempunyai peranan yang besa dalam
perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke-16, angkatan laut Turki Utsmani
mencapai puncak kejayaan. Kekuatan militer Turki Utsmani yang tangguh itu
dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika,maupun
Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini ialah
tabiat bangsa Turki itu sediri yang bersifat militer, berdisiplin dan patuh terhadap peraturan.Tabiat ini tabiat
alami yang mereka warisi dari nenek moyang di Asia Tengah.

Peta wilayah kekuasaan Dinasti Turki Utsmani
Keberhasilan
ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintah yang
teratur. Dalam mengelolah wilayah yang luas sultan-sultan Turki Usmani
senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai
penguasa tertinggi, dibantu dengan shadr al-a’zham (perdana mentri), yang
membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya
terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-‘alawiyah (bupati).
Untuk mengatur
urusan pemerintahan negara, dimasa sultan Sulaiman I,disusun sebuah kitab
undang-undang (qanun). Kitab tersebut di beri nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan
Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan
Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya di tambah gelar al-Qanuni[10]
b. Bidang
Ekonomi
Pemerintahan Utsmaniyah menerapkan kebijakan
pengembangan Bursa, Adrianopel, dan Istanbul (semuanya adalah ibu kota
Utsmaniyah) menjadi pusat perdagangan dan industri besar karena para pedagang
dan pengrajin memainkan peran besar dalam pembentukan metropolis baru. Sampai
saat itu, Muhammad dan penggantinya, Bayazid, juga mendorong dan menerima
migrasi kaum Yahudi dari berbagai daerah di Eropa. Mereka menetap di Istanbul
dan kota-kota pelabuhan seperti Salonica. Di sejumlah tempat di Eropa, kaum
Yahudi ditindas oleh penduduk Kristen. Toleransi yang dimiliki bangsa Turki
disambut hangat oleh para imigran.
Dasar ekonomi Utsmaniyah sangat terkait dengan
konsep dasar negara dan masyarakat Timur Tengah. Tujuan utama negara waktu itu
adalah memperkuat dan memperluas kekuasaan pemimpin. Cara untuk meraihnya
adalah mendapatkan sumber pendapatan yang banyak dengan menyejahterakan kelas
pekerja. Tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan negara tanpa
mengacaukan kemakmuran rakyatnya demi mencegah kerusuhan dan melindungi tatanan
masyarakat tradisional.
Susunan badan keuangan dan bendahara berkembang
lebih baik di Kesultanan Utsmaniyah ketimbang pemerintahan Islam lainnya. Pada
abad ke-17, organisasi keuangan Utsmaniyah merupakan yang paling maju
dibandingkan organisasi keuangan lainnya saat itu. Organisasi ini mengembangkan
birokrasi juru tulis (dikenal dengan sebutan "men of the pen")
sebagai kelompok terpisah yang separuhnya diisi ulama yang sangat berpengalaman. Kelompok tersebut
kemudian berkembang menjadi lembaga professional. Keefektifan lembaga keuangan
profesional berada di balik kesuksesan para negarawan besar Utsmaniyah.
Ottoman
Bank didirikan
tahun 1856 di Istanbul. Pada Agustus 1896, bank ini diakuisisi oleh para anggota Federasi Revolusi Armenia.
Struktur
ekonomi kesultanan ditentukan oleh struktur geopolitiknya. Kesultanan
Utsmaniyah berada di antara dunia Barat dan Timur, sehingga menghalangi rute
darat ke timur dan memaksa penjelajah Spanyol dan Portugal untuk berlayar
mencari rute baru ke timur. Kesultanan mengendalikan rute rempah yang dulu
digunakan Marco Polo. Ketika Vasco da Gama menelikung rute Utsmaniyah dan
membuat rute dagang langsung ke India tahun 1498, dan Christopher Columbus berlayar ke Bahama tahun 1492,
Kesultanan Utsmaniyah berada pada puncak kejayaannya.
Studi
Utsmaniyah modern berpendapat bahwa perubahan hubungan antara Turki Utsmaniyah
dan Eropa Tengah tercipta oleh pembukaan rute laut yang baru. Sejarawan bisa
saja menganggap penurunan lalu lintas darat ke timur setelah Eropa Barat
membuka rute laut yang menjauhi Timur Tengah dan Mediterania paralel terhadap
kemunduran Kesultanan Utsmaniyah itu sendiri. Perjanjian Inggris-Utsmaniyah, disebut juga Perjanjian
Balta Liman, yang membuka pasar Utsmaniyah ke para pesaingnya di
Inggris dan Perancis dapat dipandang sebagai salah satu tantangan perkembangan
ekonomi Utsmaniyah.
Dengan
mengembangkan pusat dan rute perdagangan, mendorong rakyat memperluas lahan
pertanian di negara itu, dan mendorong perdagangan internasional melalui
jajahannya, pemerintah berhasil melaksanakan fungsi ekonomi dasar di seluruh
Kesultanan Utsmaniyah. Meski begitu, kepentingan keuangan dan politik negara
lebih dominan. Dalam sistem sosial dan politik yang mereka jalankan, para
pejabat Utsmaniyah tidak paham atau tidak sadar dengan tuntutan dinamika dan
prinsip ekonomi kapitalis dan merkantil yang saat itu sedang berkembang di
Eropa Barat.
c.
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan
Turki Utsmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan, di antaranya
adalah kebudayaan Persia, Bizantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka
banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana
raja-raja. Organisasi pemerintahan adan kemiliteran banyak mereka serap dari
Bizantium. Sedangkan, ajaran-ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosil, dan
kemasyarakatan, keilmuan, dan huruf mereka terima dari bangsa Arab.
Orang-orang Turki Utsmani memang
terkenal dengan bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan
terbuka uuntuk menerima kebudayaan luar. Hal ini mungkin karena mereka masih
miskin dengan kebudayaan. Bagaimanapun, sebelumnya mereka adalah orang nomad
yang hidup di dataran Asia Tengah.
Sebagai bangsa
berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam
bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan , mereka tidak
kelihatan begitu menonjol. Karena itulah, di dalam khazanah intelektual Islam
tidak menemukan ilmuan terkemuka dari Turki Utsmani. Namun demikian, mereka
banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa
bangunan-bangunan yang indah, seperti Masjid Al-Mahammadi atau Masjid jami’ Sultan Muhammad Al-fatih,
Masjid agung Sulaiman dan Masjid Abi Ayyub Al-anshari, Masjid-masjid tersebut
di hiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal
dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang asalnya gereja Aya Sophia.
Hiasan kaligrafi itu dijadikan penutup gambar-gambar kristiani yang ada
sebelumnya.

Masjid Aya Sophia
Pada masa
Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun masjid,
sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan saluran air, vila, dan pemandian
umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinator
Sinin, seorang arsitek Anatolia. [11]
d.
Bidang Keagamaan
Agama dalam
tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial politik.
Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat
terikat dengan syari’at. Sehingga, fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku.
Karena itu, ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan
dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang
memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa
legitimasi Mufti, keputusan hukum bisa tidak berjalan.
Pada masa Turki
usmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah
tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak di anut oleh
kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai engaruh yang amat
dominan di kalangan tentara jenassari, sehingga mereka sering disebut Tentara
Bektasyi, sehingga tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam
mengimbangi jenssari Bektasyi.
Di pihak lain,
kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir, dan hadist
boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Pera penguasa lebih
cenderung untuk menegakan suatu paham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab
lainnya. Sultan Abd Al-Hamid II, misalnya, begitu fanatik terhadap aliran
Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari
kritikan-kritikan dari aliran lain. Ia memerintahkan kepada Syaikh Husein
Al-Jisri menulis kitab Al-hushun Al-Hamidiyah (benteng pertahanan Abdul Hamid)
untuk melestarikan aliran yang dianutnya. Akibat kelesuan dalam ilmu keagamaan
dan fanatik yang berlebihan, maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya suka
menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan Hasyiyah (semacam catatan )
terhadapp karya-karya masa klasik.
Bagaimanapun,
kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah
kekuasaan Islam ke benua eropa. Ekspansi kerajaan inni untuk perrtama kalinya
lebih banyak ditujukan ke eropa timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan
dan agama Islam. Akan tetapi, karna dalam bidang perdaban dan kebudayaan
kecuali dalam hal-hal yang bersifat fisik perkembangannya jauh berada di bawah
kemajuan politik, maka bukan saja negeri-negeri yang sudah ditaklukan akhirnya
melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak
memeluk agama Islam.
e. Dalam
Bidang Sastra
Evliya Celebi, petualang dan pewarta lancong abad ke-17
Dua aliran utama sastra tulis Utsmaniyah adalah
syair dan prosa. Syair sejauh
ini merupakan aliran dominan. Sampai abad ke-19, prosa Utsmaniyah tidak
mengandung fiksi. Tidak ada karya yang sebanding dengan roman, cerita pendek, atau novel Eropa. Genre yang
serupa memang ada, namun dalam bentuk sastra rakyat Turki dan syair Divan.
Syair Divan adalah bentuk
seni yang sangat diritualkan dan simbolis. Dari syair Persia yang
menginspirasinya, syair Divan mewarisi banyak simbol yang makna dan
keterkaitannya—baik persamaan (مراعات نظير
mura'ât-i nazîr / تناسب tenâsüb) maupun perbedaannya (تضاد
tezâd) dijelaskan secara gamblang atau sederhana. Syair Divan disusun melalui
pencampuran konstan beberapa gambar di dalam kerangka kerja metrik yang ketat,
sehingga muncul banyak kemungkinan makna. Kebanyakan syair Divan berbentuk lirik, baik gazel (membentuk bagian terbesar dari repertoar
tradisi ini) maupun kasîdes. Ada pula genre-genre umum lainnya, salah satunya
adalah mesnevî, sejenis roman baris dan berbagai
macam puisi narasi. Dua contoh
mesnevî yang terkenal adalah Leyli dan Majnun karya Fuzûlî dan Hüsn ü Aşk karya Şeyh Gâlib.
Sampai abad ke-19, Prosa Utsmaniyah tidak
berkembang sampai sejauh syair Divan kontemporer. Salah satu alasan utamanya
adalah banyak prosa yang harus mematuhi aturan sec (سجع,
juga ditransliterasikan menjadi seci), atau prosa berima, jenis
penulisan yang diturunkan dari saj' Arab yang mensyaratkan adanya rima antara setiap
kata sifat dan kata benda dalam suatu
rangkaian kata, seperti kalimat. Karena itu, muncullah sebuah tradisi prosa
dalam sastra waktu itu meski sifatnya non-fiksi. Contoh pengecualiannya adalah Muhayyelât karya Giritli Ali Aziz Efendi, kumpulan
cerita fantastis yang ditulis tahun 1796 dan baru diterbitkan tahun 1867.
Dikarenakan hubungan historis yang dekat dengan
Perancis, sastra Perancis menajdi bagian
dari pengaruh besar Barat terhadap sastra Utsmaniyah sepanjang paruh akhir abad
ke-19. Akibatnya, banyak aliran di Perancis waktu itu yang juga muncul di
Kesultanan Utsmaniyah. Misalnya, dalam perkembangan tradisi prosa Utsmaniyah,
pengaruh Romantisisme dapat dilihat
saat periode Tanzimat, dan pengaruh aliran Realis dan Naturalisme muncul pada
periode selanjutnya. Dalam tradisi syair, pengaruh Simbolis dan Parnassian lebih
mencolok.
Banyak penulis pada periode Tanzimat menulis
dalam beberapa genre secara bersamaan. Misalnya, penyair Namik Kemal menulis novel
penting İntibâh ("Kebangkitan") tahun 1876, sedangkan jurnalis İbrahim Şinasi dikenal karena
menulis lakon Turki modern pertama pada tahun 1860, yaitu komedi satu babak "Şair
Evlenmesi" ("Pernikahan sang Penyair"). Lakon sebelumnya, yaitu farse berjudul "Vakâyi'-i 'Acibe ve Havâdis-i
Garibe-yi Kefşger Ahmed" ("Peristiwa Aneh dan Kejadian Mengherankan
Ahmed si Tukang Sepatu"), dibuat pada awal abad ke-19, namun
keotentikannya masih diragukan. Dengan semangat yang sama, novelis Ahmed Midhat Efendi menulis
novel-novel penting untuk setiap aliran besar: Romantisisme (Hasan Mellâh yâhud
Sırr İçinde Esrâr, 1873; "Hasan si Pelaut, atau Misteri di Dalam
Misteri"), Realisme (Henüz On Yedi Yaşında, 1881; "Baru Tujuh Belas
Tahun"), dan Naturalisme (Müşâhedât, 1891; "Pengamatan").
Keragaman ini separuhnya didorong keinginan para penulis Tanzimat yang ingin
menyertakan sastra baru sebanyak mungkin dengan harapan bisa menyumbang
revitalisasi struktur sosial Utsmaniyah.
Ahmad Nedîm Efendi, salah satu penyair Utsmaniyah ternama
4.
Masa Kemunduran Dinasti Turki Utsmani.
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki
Utsmani mulai memasuki masa pengunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan
yang sangat besar dan kuat, pengunduran itu tidak langsung terlihat. Sulan
Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Sultan Salim II (1566-1573 M). Di masa
pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan Utsmani dengan
armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan Bundukia,
angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta. Yang dipimpin
oleh Don Juan dari Spanyol.
Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam
pertempuran ini Turki Utsmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia di
rebut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada
tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali. Pada masa beliau kerajaan Utsmani
berhasil menyerbu Kaukakus dan menguasai Tiflis di laut Hitam (1577M). Beliau
juga merampas kembali Tibris, ibukota kerajaan Safawi, dan menundukkan Georgia,
mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia.
Namun, karna kehidupan moral Sulktan yang tidak baik menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri. Apa lagi ketika pemerintahan di pegang oleh
para Sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III (1595-1603 M). Dalam situasi
yang kurang baik itu, Austria dapat memukul mundur kerajaan Utsmani.
Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M) situasi semakin memburuk
dengan naiknya Musthofa I (1617- 1623 M). Karna gejolak politik dalam negeri
yang tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam, mengeluarkan fatwa agar dia turun
dari tahta dan digantikan oleh Utsman II (1618-1622 M).
Pada masa sultan Ibrahim (1640-1648 M) berkuasa, orang-orang
Vinetia melakukan peperangan laut melawan dan mengusir orang-orang Turki
Utsmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Pada tahun 1669 M terjadi
perjanjian Karlowith yang memaksa Sultan untuk menyerah seluruh Hongaria,
sebagian besar Slovenia, dan Kroasia kepada Hapsbrug. Dan Hemenietz, Podolia,
Ukraina, Morea dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Vinetia. Pada tahun
1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada kerajaan Utsmani di sepanjang Asia
Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan
Musthofa III (1757-1774 M) yang segera mengkonsolidasi kekuatannya.
Pengganti Sultan Musthofa III adalah Sultan Abdul Hamid (1774-1789
M) seorang Sultan yang lemah. Pada masa beliau terjadi perjanjian dengan Rusia
yang diberi nama Perjanjian Kinarja di Kutcuk Kinarja. Isi Perjanjian itu
antara lain:
1.
Kerajaan Utsmani harus menyerahkan banteng-benteng yang berada di
laut Hitam kepada Rusia dan member izin kepada armada Rusia untuk melintasi
selat yang menghubungkan laut Hitam dengan laut Putih.
2.
Kerjaan Utsmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea)[12]
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di kerajaan Utsmani pada
akhir-akhir kekuasannya. Akhirnya satu per satu negeri-negeri di Eropa
memerdekakan diri. Bahkan beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit
memberontak. Di Mesir dinasti Mamalik akhirnya melepaskan diri dibawah Ali Bey
tahun 1770 M. Di Lebanon dan Syria, Fakhruddin seorang pemimpin Druze, berhasil
menguasai Palestina, dan pada tahun 1610 M merampas Ba’albak dan mengancam
Damaskus. Dan di Persia kerajaan Safawi juga mengadakan perlawanan terhadap
Utsmani. Dan Arabia juga bangkit melepaskan diri dari Utsmani dengan aliansi
antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan penguasa lokal Ibnu Sa’ud pada paruh
kedua abad ke-18 M.
Dengan demikian, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di
kerajaan Utsmani ketika ia sedang mengalami pemunduran bukan hanya terjadi di
daerah-daerah yang tidak beragama Islam, akan tetapi juga terjadi di
daerah-daerah yang berpenduduk Muslim.
Gerakan-gerakan separatism terus berlanjut hingga abad ke-19 dan
ke-20. Ditambah dengan munculnya gerakan modernisasi politik di pusat
pemerintahan, kerajaan Utsmani akhirnya berakhir dengan berdirinya Republik
Turki pada tahun 1924. Dan mengangkat Musthofa Kamal Ataturk menjadi Presiden
pertama di Republik Turki. Dalam percaturan politik selanjutnya Turki tidak
begitu memiliki pengaruh yang dominan bahkan orang Eropa menyebutnya the
sick man of the Europe (si sakit yang ada di Eropa).
Menurut Dr Badri Yatim, M.A. bahwa factor-faktor menyebabkan Turki
Utsmani mengalami kemunduran adalah sebagai berikut:[13]
1) Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu Negara yang luas sangat rumit
dan kompleks, sementara administrasi kerajaan tidak beres. Dipihak lain para
penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka
terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa.
2) Heteroginitas penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Utsmani menguasai wilayah yang sangat
luas. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi
agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam
dan tersebar di wilayah yang luas itu diperlukan suatu organisasi pemerintahan
yang teratur.
3) Kelemahan para penguasa
Sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Turki Utsmani diperintah
oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama dalam
kepemimpinannya. Akibatnya pemmerintahan menjadi kacau. Kekacauan tidak pernah
dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi parah.
4)
Budaya korupsi.
Korupsi merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam kerajaan
Utsmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar”
dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut. Budaya
korupsi ini mengakiubatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat
pemerintah semakin rapuh.
5)
Pemberontakan tentara Yenisseri
Kemajuan ekspansi kerajaan Utsmani banyak ditentukan oleh kuatnya
tentara Yenisseri. Dengan demikian, dapat dibanyangkan bagaimana kalau tentara
ini memberontak. Pemberontakan tentara Yenisseri terjadi sebanyak empat kali,
yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
6)
Merosotnya perekonomian.
Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonomian negara
merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk
biaya perang.
7)
Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Utsmani kurang berhasil dalam perkembangan ilmu dan
teknologi, karena hanya mengutamakan perkembangan kekuatan militer. Kemajuan
militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan
kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih
maju.
Karena faktor-faktor tersbut, Turki Utsmani menjadi lemah dan
kemudian mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Pada periode selanjutnya
di masa modern, kelemahan kerajaan Utsmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa
segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di
bawah kekuasaan kerajaan Turki Utsmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika
Utara.
Penutup
1.
Kesimpulan
Dinasti Utsmani
di Turki merupakan kerajaan Islam yang berkuasa cukup lama hampir 7 abad
lamanya (1290-1924 M) dan merupakan kerajaan besar. Kerajaan Utsmani didirikan
oleh Utsman I putra Erthoghul bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mula-mula
mendiami daerah Mongol dan utara Cina.
Dinasti Turki
Utsmani mengalami berbagai macam kemajuan dalam berbagai bidang, terutama
ekspansi atau perluasan agama Islam. Sebagai bangsa yang terkuat dengan militer
yang kuat, wilayah kekuasaannya meliputi tiga benua, yaitu Asia, Afrika, dan
Eropa.
Peradaban Islam
di Turki Utsmani mengalami kemajuan antara lain di bidang kemiliteran dan
pemerintahan, di mana militer dan pemerintahan Turki ssangat kuat. Dalam segi
budaya, sastra, dan arsitek bangunan sangat berhasil. Dalam bidang keagamaan,
suasan keagamaan Islam juga cukup berhasil dengan baik. Adapun dalam bidang
ilmu pengetahuan, dinasti Turki Utsmani tidak mengalami perkembangan yang
berarti.
Turki Utsmani
yang pernah Berjaya sebagai kekhalifahan terakhir dalam dunia Islam, akhirnya
mengalami masa kemunduran karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya.
Walaupun demikian, kebesaran yang pernah dialami dinastiturki Utsmani telah
membawa pengaruh yang sangat besar dalam dunia peradaban Islam.
2.
Saran
Manusia berkembang dikala mereka
mengadakan perubahan dan selalu intropeksi terhadap dirinya. Berangkat dari
sebuah kenyataan yang menyelimuti langit dan bumi kini terbayang dalam setiap jiwa manusia. Kami pun mengharapkan
kesempurnaan itu. Maka dari itu kami butuh kritikan yang membangun dan pastinya
sangat mengapresiasi orang yang mau melakukannya untuk kami.
Dengan pengenalan singkat tentang
keislaman di masa dinasti Turki Utsmani, semoga menjadi gerakan awal dalam merevolusi diri kita masing-masing agar menjadi lebih baik.
Agar bisa sampai kepada cahaya Ilahi. Siapakah gerangan yang tidak ingin sampai
di hadapan yang Maha Kaya dan Maha Sempurna sembari mencicipi kenikmatan dari
Sang Pemberi Nikmat, yaitu Allah SWT
Daftar Pustaka
Yatim, Dr.
Badri. 1998. Sejarah Peradaban Islam. Cetakan 7. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mughni, Dr. Syafiq A. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki.
Jakarta: Logos
Hitti, Phillp K.1970. Dunia Arab. London: Macmillan Press
Amin, Samsul Munir.
2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
Syalabi, 2009, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, PT.Zikra
[1] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, hlm.130.
[4] Dr. Badri yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, hlm.130.
[5] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, hlm.130.
[10] Phillp K. Hitty, History of arabs, hlm.713-714.
[11] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Utsmani,
hlm.46-47.
Komentar
Posting Komentar